Manfaat Ekonomi Hilirisasi Nikel Terancam Runtuh pada Tahun Ke-8

0 Comments

RedaksiBali.com – Proyek hilirisasi nikel yang telah menjadi pilihan beberapa daerah di Indonesia, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, saat ini tengah dipertanyakan keberlanjutannya dalam jangka panjang. Risiko terkait dampak lingkungan dan ekonomi semakin menjadi sorotan, menimbulkan keraguan terhadap manfaat jangka panjang dari proyek ini.

Menurut riset dari Centre for Research on Energy and Clean Air (Crea) Finlandia, yang melibatkan lembaga lokal Center of Economic and Law Studies (Celios), ekspor nikel meningkat 750% dari tahun 2014 hingga 2022, mencapai US$34 miliar. Namun, manfaat ekonomi ini diprediksi hanya akan berlangsung dalam jangka pendek.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyatakan bahwa meskipun industri hilir nikel dapat memberikan kontribusi signifikan pada ekonomi daerah di awal pembangunannya, namun dampak negatifnya terhadap lingkungan dan sektor pertanian serta perikanan akan mempengaruhi output perekonomian secara drastis setelah delapan tahun. Penelitian tersebut juga menyoroti bahwa kerugian ekonomi akan terjadi karena degradasi kualitas air, tanah, dan udara, yang pada gilirannya akan berdampak pada mata pencaharian petani dan nelayan di sekitar kawasan industri nikel. Diperkirakan dalam 15 tahun ke depan, kerugian ekonomi para petani dan nelayan dapat mencapai US$234,84 juta.

baca juga ….

Tidak hanya itu, mitos tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal melalui penyerapan tenaga kerja dan kenaikan upah juga terbantahkan dalam studi ini. Penyerapan tenaga kerja cenderung menurun setelah tahun ketiga, seiring dengan dampak negatif industri nikel terhadap sektor usaha lainnya, terutama pertanian dan perikanan.

Salah satu masalah utama yang terkait dengan hilirisasi nikel adalah penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara, yang menjadi penyumbang utama emisi dan polusi udara. Indonesia bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara, dimana sebagian besar energi digunakan untuk industri pengolahan logam, termasuk nikel. Dampak dari ketergantungan pada pembangkit listrik batu bara ini cukup serius, dengan diperkirakan lebih dari 3.800 kematian per tahun dalam dua tahun ke depan, dan hampir 5.000 kematian pada akhir dekade ini, akibat polusi udara dan emisi karbon. Keberlanjutan investasi dalam pembangkit listrik tenaga batu bara oleh investor China menjadi perhatian khusus dalam riset ini. Meskipun China berjanji untuk berhenti membangun pembangkit listrik batu bara di luar negeri, investasi mereka di Indonesia terus berlanjut, menyebabkan ketidakstabilan lingkungan dan ekonomi.

Meskipun program hilirisasi nikel telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah seperti Maluku Utara dan Sulawesi Tengah, namun dampaknya terhadap penurunan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan ekonomi masih belum signifikan. Data BPS menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masih tinggi di daerah-daerah tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts